Doa adalah kegiatan religius yang sangat umum. Tidak ada agama tanpa doa. Banyak literatur Kristen popular membahas doa secara spesifik, namun literatur akademik untuk itu masih langka, terlebih doa dalam perspektif Perjanjian Lama (PL).
A. Hakikat Doa
Dalam PL, kata berdoa (hitpallel) selalu memiliki subjek manusia dan sasaran doanya adalah Tuhan. Manusia perlu berdoa. Namun, ini tidak berarti doa adalah inisiatif manusia semata. Sebelum manusia berdoa, Tuhan sudah ada (Kej 1:1 “Pada mulanya Allah …”). Tuhan berfirman dan bertindak. Lalu manusia merespons terhadap firman dan tindakan Tuhan dalam bentuk mendengarkan dan taat kepadaNya. Dalam keadaan tertentu malah manusia bisa balik meminta Tuhan mendengarkannya berbicara, mengabulkan doanya. Dengan berani manusia memohon kepada Yang Mahakuasa dalam bentuk imperative (“dengarlah …!”) atau lebih halus sedikit dalam bentuk jusif (“kiranya Engkau mendengar ...!”). Secara demikian, doa di dalam PL tidak satu arah dari manusia, melainkan lebih bersifat merespons firman dan tindakan Tuhan. Doa adalah dialog antara manusia dan Tuhan yang di dalamnya masing-masing pribadi terlibat secara aktif.
Bentuk doa bisa puji-pujian maupun ratapan. Kalau Tuhan mendengar seruan minta tolong manusia dan melepaskannya, mengalirlah pujian. Tetapi, bila doa tidak dijawab-jawab, merataplah manusia. Yang terjadi dalam ratapan adalah hanya satu pihak berpartisipasi dalam doa. Manusia memohon, Tuhan berdiam diri — komunikasi macet. Namun, pendoa tidak mau berdiam diri. akhirnya ratapannya memecahkan keheningan di surga.
Kembali Ke DOA-DOA