Islamic Calendar


Kategori

PENGUNJUNG

Counter Thrifty Car Rental

Locations of visitors to this page PageRank

BLOG SUPPORTED BY

http://i603.photobucket.com/albums/tt118/Jarkoni/AL-AZHARKOMPUTERSmall2.jpg
http://img27.imageshack.us/img27/5472/abbasiyah.gif
.: اهلا وسهلا فى المعهد الأزهر :.

Syarah Ihya’ 1 (Indonesia) + Video

Diposting oleh أحمد زرقاني Senin, 04 Oktober 2010




Alhamdulillah Puji puja dan sukurku tak henti-hentinya kepada pemilik alam semesta ini, pengatur hidup makhluk ini, pengasih dan penyayang setiap makhluknya, maha adil, maha bijaksana, maha pengampun hambanya yang kembali kepadanya. Sholawat dan Salam Allah, Malaikat dan semua makhluk, tetap tercurah tanpa henti-hentinya kepada makhluk yang paling mulia, kekasih raja alam, pemimpin manusia, Nabi muhammad SAW, beserta keluarga, para sohabat, tabi’in, tabi’u tabi’in, dan semua yang mengikuti mereka hingga Akhir alam ini.

Suatu ketika dahulu pada zaman Imam Al-Ghazali, di negara Maghribi atau disebut Maroko, ada sebuah kerajaan, yang saat keluar saja kitab Imam Al-Ghazali, ulama-ulama fiqh pemerintah di Maroko mengatakan kitab Ihya ” Ulumiddin ini harus diharamkan dan harus dibakar. Apabila cerita ini sampai ke pendengaran Imam al-Ghazali, Imam Al-Ghazali pun (dengan izin Allah) terbuka kasyafnya, yaitu diangkat ‘hijab’, maka dia nampak apa yang bakal terjadi.

Apa kata Imam al-Ghazali? “Tuhan akan menyoyak atau akan merobek kerajaan mereka sebagaimana mereka mengoyak kitabku”. Imam Ghazali sudah ‘nampak’. Begitulah, sesekali orang-orang saleh (diizinkan Tuhan) ‘melihat’ apa yang akan terjadi. Bukan selalu, tapi sesekali.

Mungkin kita masih ingat lagi kisah Saiyidina Umar sedang berpidato, tiba-tiba ‘terangkat hijabnya’, lalu dia nampak ketika itu tentara Islam sedang berperang dan dalam keadaan hampir kalah. Ketika di atas mimbar itu jugalah Saiyidina Umar memberi perintah kepada tentara Islam yang berada jauh beribu batu, ratusan mil. Dan tentara Islam di sana dapat mendengar perintahnya.

Hal ini menunjukkan sesekali orang-orang saleh ‘diangkat hijab’. Itulah yang terjadi kepada Imam al-Ghazali. Apabila sampai cerita mengatakan pemerintah di Afrika Utara itu yaitu negara Maroko mengharamkan dan ingin membakar kitabnya, dia katakan yang Tuhan akan mengoyakkan kerajaan mereka sebagaimana mereka mengoyakkan kitabnya.

Dalam majlis itu kebetulan ada salah seorang murid Imam al-Ghazali yang bernama Muhammad bin Tumart. Kata murid Imam Ghazali ini: “Wahai Tuan Imam, doakanlah kepada Tuhan agar keruntuhan Bani Tasyfin (Pemerintah Murabitin) itu akan berlaku di tangan saya.” Kata budak itu tadi ketika dia mendengar tuan gurunya mengatakan bahwa pemerintah di Maroko itu akan runtuh: “Tuan syeikh, doakan agar kerajaan itu runtuh (lebur) di tangan saya. “

Setelah dari itu, Muhammad bin Tumart ini pergi ke Maroko dan menyusun gerakan. Berlakulah peperangan dan sebagainya sampailah dia berhasil mendirikan / membentuk sebuah pemerintah baru yang dinamakan Kerajaan Muwahhiddun. Memang betullah sebagaimana yang Imam Ghazali nampak – sebagaimana pemerintah Afrika Utara ini mengoyak dan membakar kitabnya, sebegitulah kerajaan mereka dikoyak-koyak sampai runtuh.

Bila Muhammad bin Tumart berhasil mendirikan Kerajaan Muwahhiddun di Afrika Utara yaitu di Maroko, Imam Ghazali teringin hendak pergi ke sana tapi tidak berkesempatan. Tidak sempat pergi ke sana, beliau sudah meninggal.

Pengajarannya di sini, kitab Ihya ” Ulumiddin ini bukanlah sembarangan kitab. Ringkasan kitab ini adalah kitab Bimbingan Mukminin. Dewasa ini ada orang-orang tertentu yang anti akan kitab ini. Kita khawatir apa yang terjadi kepada pemerintah di Afrika Utara itu terjadi kepada mereka juga. Di kata kitab ini tidak benar, bawa ajaran salah dan sebagainya.

Nama Morocco berasal dari nama kota yaitu Kota Marakesh, atau dalam bahasa Arabnya “Murakush”. Datang ‘mat salleh’ (penjajah Barat), disebutnya Maroko.

Baik, habis muqaddimah yaitu pengenalan kepada kitab Ihya ” Ulumiddin ini.

Hadirin yang dirahmati Allah sekelian,

Sebenarnya kitab Ihya ” Ulumiddin ini sangat erat hubungannya dengan saya karena pada tahun 1997 sampai sekitar tahun 2003, ke mana-mana pun biasanya saya bawa salah satu jilid terjemahan kitab Ihya ‘ini, dan membacanya. Sekitar 7-8 tahun itu, ke mana-mana pun dibawa, punya cintanya akan kitab ini. Namun pada hari inilah baru saya berpeluang untuk mensyarahkannya.

Karena saya jatuh hati sama kitab ini, suatu ketika saya ada menulis sebuah risalah yang berjudul “Allah Cinta Agung”. Risalah ini menjelaskan tentang cinta kita kepada Allah dan cinta kita kepada Nabi Muhammad. Saya buat risalah itu dalam beberapa puluh halaman, dan risalah ini pun ada dimuatnaik ke internet. Risalah ini siap sekitar tahun 2002. Siap pada 13 Safar 1423 Hijrah. Maksudnya pada tahun 2002. Sudah 9 tahun risalah itu. Dimuatnaik ke internet dan ada lamannya. Lamannya juga berjudul “Allah Cinta Agung”. Ia berdasarkan bab “Cinta” dari kitab Ihya ” Ulumiddin.

Kemudian risalah itu tadi saya jadikan ta’lim harian. Setelah Maghrib atau Isya ‘, dibaca dalam waktu 5 menit dengan istri. Setiap hari dibaca sedikit-sedikit.

Yang pertama kita tengok maksud ‘Ihya”Ulumiddin’. Apa maksudnya? Kita biasa dengar kata ‘hayat’ yang berarti ‘hidup’ atau ‘kehidupan’. Jadilah ‘ihya’ ini maksudnya ‘menghidupkan’. Kita juga biasa dengar kata ‘ilmu’, ‘ulama’ dan ‘alim’. Semua itu dari akar kata yang sama. Sama dengan kata ‘ulum’. ‘Ulum berarti’ ilmu-ilmu ‘.

Kemudian kata ‘ad-diin’. Orang selalu sebut: “Islam sebagai ad-diin.” Ringkasnya ‘ad-diin’ berarti ‘agama’. Jadilah ‘Ihya’ ‘Ulumiddin’ berarti ‘Mengaktifkan/ Menghidupin Ilmu-ilmu Agama’.

Mengapa Imam Ghazali namakan kitabnya dengan judul “Mengaktifkan Ilmu-ilmu Agama”? Karena pada zaman itu, bahkan pada zaman sekarang pun ilmu sekedar jadi hiasan. Banyak orang yang berilmu dalam agama namun dari segi pengamalannya lemah. Sebab itu kitab ini dinamakan “Mengaktifkan Ilmu-ilmu Agama”. Ia tidak sekadar ilmu tetapi ia dihidup dan diamalkan. Dan diamalkan pula dengan efektif. Jadi, fahamlah kita sekarang maksud ‘Ihya’ ‘Ulumiddin’. Seandainya orang bertanya setelah ini, kita sudah bisa jawab: “Mengaktifkan Ilmu-ilmu Agama”.

Jadi sebelum kita masuk ke kitab ini seterusnya, kita berkenalan terlebih dahulu dengan tuannya. Kita memang ‘kenallah’ orang selalu sebut: “Imam al-Ghazali, Imam Ghazali, Imam Ghazali.” Nama sebenarnya adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Namanya Muhammad, nama ayahnya pun Muhammad, nama kakeknya pun Muhammad. Nama moyangnya Ahmad. Semua (nama-nama) itu dari akar kata yang sama juga … (yang artinya) “terpuji”.

Namanya Muhammad. Disebut juga Ibnu Muhammad karena dia anaknya Muhammad. Dia juga disebut Abu Hamid, karena anaknya bernama Hamid. “Abu” (maksudnya) “Bapa kepada”. (Abu Hamid maksudnya) Bapa Si Hamid. Jadilah nama lengkap Imam al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. “Ghazali” ini dikatakan nama tempatnya (kampungnya) yaitu “Ghazalah”, disebut “Ghazali”. Sebagaimana yang kita tahu orang Arab ada 3 nama. Namanya, nama bin kepada ayahnya, dan nama (kepada nama) anaknya.

BY Wangian Hikmah


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEm22cH9wjUmOrhQhNy65BcR0I4TzoYU6eO1ADRdj4ejSwrG0BCx_z76ok5MzGayjoYB_1O11T7naiq3SsE2rVGTBlZ5K8Sh-6iWoilB3CSPe68iU6A8OH4Per-VjWxR3q3-C09ysF6Uu0/s1600/allubab.gif
Jika seorang hamba Allah tidak lagi mengangis karena takut dengan kekuasaan Allah, Justeru menangislah karena ketidakmampuan itu...